Dalam sebuah peristiwa ketika
pikiran pikiran picik berpendapat mengenai tindakan, sikap, dan sifat seseorang
muncullah hati nurani untuk membantah apa yang dilakukan pikiran picik.
Pikiran picik: "apa yang
sebenarnya orang itu lakukan? jika hanya seperti itu aku juga bisa, aku juga
mampu, bahkan lebih baik darinya."
"apa maksud ucapan mu?
Apakah kamu merasa lebih baik darinya? Harusnya kamu sadar kamu tidak lebih
baik darinya. Setidaknya dia telah melakukan sesuatu, dan kamu hanya mampu
berpikir picik tanpa bertindak." Ucap nurani.
Pikiran picik mulai
merenungkan semua yang baru saja ia ucapkan dengan nasihat hati nurani pikiran
picik mulai berlaku bijak.
Namun Suatu ketika tanpa
sadar pikiran picik kembali berkomentar bahwa ia lebih baik daripada orang lain yang berusaha maju dan penuh kerja
keras. Komentar tersebut muncul secara tiba2 dari pikiran picik, dan saat itu
hati nurani tidak langsung muncul untuk menyadarkan si pikiran picik. Ketika
hati nurani tiba dan menasihati kesalahan pikiran picik, semua sudah terlambat.
Dan yang dilakukan pikiran picik setelah sadar akan kesalahannya hanya merenung
dan merasa menyesal.
Sikap dan sifat pikiran picik
tersebut terus berulang dalam berbagai situasi dan kondisi tertentu, dan hati
nurani selalu datang untuk menyadarkan dan menasihati pikiran picik meski tak
selalu datang tepat pada waktunya. Si pikiran picik dan hati nurani tidak dapat
dipisahkan, mereka berdua memiliki hubungan yang erat dimana pikiran picik
selalu mengutarakan pendapat tanpa mempertimbangkan ucapannya terlebih dahulu
dan disitulah hati nurani akan selalu muncul untuk memberi saran, pertimbangan,
dan nasihat terhadap pendapat pikiran picik.
Alasan kenapa si picik kerap kali memandang memandang remeh orang lain karena ketidakmampuannya dan kurangnya rasa percaya diri yang dia miliki. Akibat yang dia rasakan dia hanya mampu berpendapat dengan berbagai macam teori yang dia ucapkan tanpa mampu bertindak untuk mewujudkan. Barang kali si picik akan selamanya menjadi picik dan tak akan mampu menjadi sesuatu yang lebih.
Sudut pandang si picik yang begitu sempit yang membuatnya tak mampu bersikap bijak, dia membutuhkan sosok hati nurani yang tulus dan memiliki pandangan hidup luas untuk menuntunnya dan terus menerus menyadarkannya ketika dia mulai menyimpang. Si picik akan semakin menjadi jahat tanpa ada hati nurani yang menjadi penuntunnya, begitu pula dengan hati nurani yang akan sia-sia semua saran-sarannya yang bijak tanpa kehadiran si picik.
Tulisan lainnya;
Comments
Post a Comment